Ibu, Aku Pamit ke Jakarta

11:52 PM Unknown 0 Comments

Ibu, aku pamit ke Jakarta..
Surat ini kutulis dengan air mata yang tak berhenti mengalir deras, bu..
Pena pun tak kuasa aku pegang dengan benar tatkala jemariku bergetar tidak karuan..
Maaf ya, bu, kalau tulisannya susah dibaca.. Manapula beberapa kata luntur terkena tetes air mata..

Ibu, badanku menggigil bukan main sembari merangkai kata-kata di surat ini
Anyaman bambu dinding rumah kita mulai menipis dan bolong-bolong ya, bu..
Sedih lihatnya.. Aku tidak mengeluh, bu, tapi aku kasihan sama si Bungsu..

Si Indri, bu.
Di sampingku ia terlelap pulas,
Aih.. Cantiknya adikku yang satu ini, kulitnya kuning langsat, berkilau kalau kena sinar matahari.
Ibu, pesanku, Indri jangan sampai putus sekolah.
Suatu sore waktu Pak RT bagi-bagi mangga, aku mendengar cerita-cerita Indri tentang impiannya..

“Aku ingin jadi dokter, mbak.
Biarin aja kata orang mimpiku ketinggian, ibunya cuma buruh cuci, eh, kepengen jadi dokter.. Katanya nggak mungkin, mbak.”
Sembari mengupas mangga, Indri menuangkan keraguannya padaku, Bu..

Kemudian, aku yang bingung hanya mampu menjawab,
“Mungkin, Indri. Celotehan orang lain nggak usah didengar, yang penting kamu rajin belajar.
Kalau Indri punya kemauan, pasti ada jalan..”

Ibu, aku pamit ke Jakarta..
Izinkan aku mengadu nasib,
Restui aku mengubah nasib,
Maaf ya, bu, kalau hanya meninggalkan surat ini.. menulis di secarik kertas saja sudah terkuras air mataku tak keruan, bu..
Gimana kalau harus berpamitan sambil menatap mata Ibu yang sayu?

Ibu, aku pinjam dulu koper yang dulu Ibu gunakan untuk berangkat ke Negeri Jiran..
Koper yang ibu simpan di dekat kandang ayam yang isinya malah sarang laba-laba,
Ibu bilang benci lihat koper ini,
“Ibumu jadi ingat saat-saat diperlakukan seperti hewan. Simpen koper ini di belakang, nduk.

Puji Syukur ya, Ibu..
Ibu bisa membebaskan diri dari jeratan dan rentetan siksaan majikan Ibu..
Aku masih ingat saat menjemput Ibu di Terminal Rajekwesi dua tahun silam,
Bisa menyentuh Ibu lagi, walaupun banyak bekas luka dan lebam di seluruh tubuh Ibu waktu itu…

Ibu, aku pamit ke Jakarta..
Entah makan apa,
Entah tidur di mana,
Entah pakai baju apa..

tapi aku mohon Ibu jangan khawatir, ya..
Bilang pada Indri aku pasti kembali,
Ibu juga, harus yakin bahwa aku kembali..

Ibu, aku pamit ke Jakarta. (*)



0 comments: