Ibu, Aku Pamit ke Jakarta
Surat ini kutulis dengan air mata yang tak berhenti mengalir
deras, bu..
Pena pun tak kuasa aku pegang dengan benar tatkala jemariku
bergetar tidak karuan..
Maaf ya, bu, kalau tulisannya susah dibaca.. Manapula
beberapa kata luntur terkena tetes air mata..
Ibu, badanku menggigil bukan main sembari merangkai
kata-kata di surat ini
Anyaman bambu dinding rumah kita mulai menipis dan
bolong-bolong ya, bu..
Sedih lihatnya.. Aku tidak mengeluh, bu, tapi aku kasihan
sama si Bungsu..
Si Indri, bu.
Di sampingku ia terlelap pulas,
Aih.. Cantiknya adikku yang satu ini, kulitnya kuning
langsat, berkilau kalau kena sinar matahari.
Ibu, pesanku, Indri jangan sampai putus sekolah.
Suatu sore waktu Pak RT bagi-bagi mangga, aku mendengar
cerita-cerita Indri tentang impiannya..
“Aku ingin jadi dokter, mbak.
Biarin aja kata
orang mimpiku ketinggian, ibunya cuma buruh cuci, eh, kepengen jadi dokter.. Katanya nggak mungkin, mbak.”
Sembari mengupas mangga, Indri menuangkan keraguannya
padaku, Bu..
Kemudian, aku yang bingung hanya mampu menjawab,
“Mungkin, Indri. Celotehan orang lain nggak usah didengar,
yang penting kamu rajin belajar.
Kalau Indri punya kemauan, pasti ada jalan..”
Ibu, aku pamit ke Jakarta..
Izinkan aku mengadu nasib,
Restui aku mengubah nasib,
Maaf ya, bu, kalau hanya meninggalkan surat ini.. menulis di
secarik kertas saja sudah terkuras air mataku tak keruan, bu..
Gimana kalau harus berpamitan sambil
menatap mata Ibu yang sayu?
Ibu, aku pinjam dulu koper yang dulu Ibu gunakan untuk
berangkat ke Negeri Jiran..
Koper yang ibu simpan di dekat kandang ayam yang isinya
malah sarang laba-laba,
Ibu bilang benci lihat koper ini,
“Ibumu jadi ingat saat-saat diperlakukan seperti hewan. Simpen koper ini di belakang, nduk.”
Puji Syukur ya, Ibu..
Ibu bisa membebaskan diri dari jeratan dan rentetan siksaan
majikan Ibu..
Aku masih ingat saat menjemput Ibu di Terminal Rajekwesi dua
tahun silam,
Bisa menyentuh Ibu lagi, walaupun banyak bekas luka dan
lebam di seluruh tubuh Ibu waktu itu…
Ibu, aku pamit ke Jakarta..
Entah makan apa,
Entah tidur di mana,
Entah pakai baju apa..
tapi aku mohon Ibu jangan khawatir, ya..
Bilang pada Indri aku pasti kembali,
Ibu juga, harus yakin bahwa aku kembali..
Ibu, aku pamit ke Jakarta. (*)
0 comments: