Tamu Hujan di Bulan Juni

3:33 PM Unknown 1 Comments

Kamar mini ini tidak pengap, diselamatkan oleh jendela geser besar yang menggagahi satu sisi dinding menghadap balkon. Di antara semua keasingan yang saya harap tidak abadi ini, membuka lebar jendela geser dan menyambut elemen alam untuk ikut berteduh di kamar adalah wujud kenyamanan yang langka. Seperti udara sejuk yang barusan mengetuk izin bertamu, juga tampias air hujan yang tengah melepas alas kakinya untuk turut berkunjung. Dedaunan pohon sedari tadi hanya mengangguk-angguk sopan sembari meminta maaf tidak bisa ikut bertamu.  

Ada begitu banyak pertanyaan yang menolak untuk diam berlarian di kepala saya. Keramaiannya bertolak belakang dengan pemandangan yang saya jumpai di ujung mata. Dari lantai lima asrama, sejauh mata saya mampu memandang; Tokyo sedang begitu tenang dengan rintik hujannya. Minggu kedua bulan Juni datang ditemani musim hujan pendek sebelum musim panas bertugas. Seketika saya teringat karya Sapardi, Hujan Bulan Juni.

Saya penikmat kata, namun sebelum menulis ini pun saya belum sempat mengobrol dengan Hujan Bulan Juni. Namun, kali ini saya coba berbincang dengan Hujan Bulan Juni dan menelaah tiap katanya. Bahwa “tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni” yang merahasiakan rindunya kepada pohon berbunga (itu), juga tak ada yang lebih bijak (dari hujan bulan Juni) yang menghapus jejak langkahnya yang ragu di jalan (itu). Bagi saya, pemaknaan pada karya sastra adalah bagaimana pembaca menelanjangi tiap baitnya hingga terjalin relevansi yang menjembatani perasaan penulis dengannya. Kokoh atau tidaknya jembatan yang terbangun tergantung pada seberapa pembaca merasa senasib dengan penulis, atau bagaimana ia merasa tahu betul apa yang diluapkan oleh penulis pada kata-katanya.

Entahlah, tetapi saya mendapati bibir tersenyum kecut saat berkesempatan menelanjangi Hujan Bulan Juni milik Sapardi. Saya seakan bisa membaui ketidaktenangan Sapardi pada per spasi yang ia imbuhkan. Baunya familiar, yang sudah saya hirup sedari tadi pagi, ketidaktenangan yang lebih dulu bertamu sebelum udara atau air hujan. Ketabahan hujan bulan Juni yang berusaha merahasiakan perih dari pohon berbunga akrab dengan ia yang diam namun kepalanya kalang kabut dengan kekhawatiran yang bahkan tidak berwujud. Kebijakan hujan bulan Juni yang menghapus jejak kaki yang ragu kenal dekat dengan ia yang mempertanyakan ratusan kenapa dan mengapa namun tetap harus tegar mendongakkan kepalanya.

Hujan di bulan Juni versi saya adalah pengulangan episode acak yang bercerita tentang lelah yang jelas tidak datang dari kurang tidur.
Seperti ada pegal yang tengah bertandang di kedua pundak atau kerut di jidat ia yang tengah kebingungan, darimana ketidaktenangan ini datang padahal tidak diberi masuk?
Hujan di bulan Juni hari ini adalah mendapati diri tersesat atas ketidaktenangan yang tiba-tiba menggerogoti, memaksa yang digerogoti berpikir keras sembari meminta kekuatan rintik hujan bulan Juni untuk berbagi ketenangan.
Padahal sudah lama ia tidak berkunjung, dua minggu lalu sebelum hujan bulan Juni datang, sepanjang langkah yang dijejak hanya tercium bau musim panas dan keceriaan.
Hujan di bulan Juni, darimana kamu mengenal tamu yang tengah berkunjung ini?
Berbisik, Hujan Bulan Juni menjawab,

Ketidaktenangan tidak sedang bertamu.
justru tidak ada yang sedang bertamu selain sejuk dan air hujan,
ketidaktenangan bukan semata datang dengan sengaja,
Hanya, ia menempati ruang kosong yang hadir karena kekosongan Tuhan
pada tiap ragu dan rindu,
yang kemudian kekosongannya,
diduduki ketidaktenangan.

Hujan di bulan Juni, dengan ketabahan dan kebijakannya, mengantar segala bentuk rindu.
Segala; hingga rindu yang ghaib. 

1 comments:

dear ex-love

4:22 PM Unknown 0 Comments

mid 2016
dear ex-love

there is no word in this world that is able to explain how much i miss your presence by my side

i am aware that you have mistreated me
that you do not deserve me from all the doings you wronged me

i, am aware as well that i do not want you back
as well as i am aware you do not want me back

it is just lately i am feeling lonely and
today i had a terrible headache 

i was driving on my own, bearing with this tremendous pain that i decided to turn the car and drove back home
the next thing i know is i have tears running down my face, i whispered your name with consent.

wishing you to be there and breathe the wonder, questioning will i be this lonely if you stayed?
with those tears racing down i sobbed and i was hungry for your warmth of arms, your tender kisses, and your amorous sound of throbbing heart as i lay my head on your chest.

my ex-love,

i was starving for the idea of someone’s presence that is you.
i dreamed of you as an entity that once belonged to me.
soon i realized that some dreams are nightmares in real life.
and some ideas are better left unrealized to keep my world:
sane.

written dearly,
from your dearest ex-love.

0 comments: